Kamis, 02 Mei 2013

Kisah Seorang Gadis Kecil



Sempat terhenyak dengan kisahnya. Seorang gadis kecil yang tidak bermodalkan apa-apa. Mungkin dia buta, mungkin dia terlalu jujur. Menganggap hal di dunia akan selalu baik-baik saja.

Dia menghadapi dunia barunya dengan sahabatnya. Berbagi cerita, pulang bersama, dan menertawakan kesialan mereka.

Gadis itu sangat percaya akan idealisme yang dia bangun bersama sahabatnya. Bahwa uang, tidak bisa membeli keakraban. Bahwa keakraban tidak semestinya menjadi korban kebutuhan modus tersembunyi.

Namun sayang sekali, akhirnya dia sadar idealisme itu hanya sebatas pembicaraan sepulang sekolah.

Gadis itu kehilangan intensitas waktu untuk berbagi cerita, pulang bersama, dan menertawakan kesialan dengan sahabatnya.
Saya menilai kehilangan itu bisa jadi karena ia sibuk, sementara itu sahabatnya mencari kesenangan bersama orang yang pernah melecehkan mereka dengan harta dan kasta.

Dia pun kecewa. Menangisi fatamorgana yang ia bangun sendiri. Dia terlalu tinggi menilai sahabatnya.

Dan dia mulai menarik diri. Modal idealisme saja tidak cukup.

Saya turut bersedih atas kisahnya. Atas mimpi-mimpi yang dia percaya dari mata cokelat sahabatnya.

Saya kembali terhenyak. Sebuah pertanyaan klise memenuhi relung otak saya. Membuat saya sedikit gelisah.
"Mengapa uang begitu berkuasa?"

Tidak ada komentar:

Posting Komentar