Selasa, 14 Februari 2017

Catatan Bakti Sosial Lentera Negeri : Lentera Harapan bagimu Negeri!


Perkenalkan, calon penerus bangsa, anak-anak desa Bonto Massunggu Kecamatan Tellulimpoe Kabupaten Bone.


Mereka adalah anak-anak yang memiliki semangat, cita-cita, dan kejujuran yang tinggi. Hal yang sangat didambakan dan diperlukan untuk kemajuan bangsa Indonesia. Melalui kegiatan bakti sosial yang diadakan Lentera Negeri, kami memetik sebuah pemahaman mengenai potensi luar biasa anak-anak negeri.



Bertujuan untuk saling berbagi pada anak negeri, Lentera Negeri mengadakan bakti sosial di sebuah daerah pelosok Kabupaten Bone. Untuk sampai ke lokasi bakti sosial, diperlukan 3 jam lama perjalanan mengunakan tronton. Geografis desa ini dipenuhi dengan pemandangan gunung, sungai, dan air terjun, bisa dikatakan sebagai desa di bawah kaki gunung. Di desa ini berdiri SDN 175 Tellulimpoe yang jumlah total siswanya tak lebih dari 170 siswa. Bangunan sekolah digunakan bersama dengan SMP Satap 2 Tellulimpoe. Terdapat beberapa siswa yang harus jalan kaki sejauh beberapa kilometer untuk sampai ke sekolah.

Dari segi kesehatan pun, masih sulit diakses sebab di desa Bonto Massunggu hanya memiliki satu orang bidan, itupun frekuensi kunjungannya hanya sekali seminggu, tentunya menjadikan kebutuhan pelayanan kesehatan warga desa kurang terpenuhi.

Selama tiga hari bakti sosial, terhitung hari Jumat hingga Minggu (10-12 Februari), kegiatan yang diadakan mencakup dua hal kebutuhan warga, yakni sektor pendidikan dan kesehatan. Sambutan warga untuk mengikuti kegiatan Lentera Negeri sangat tinggi, tercatat jumlah warga dewasa yang mengikuti pemeriksaan kesehatan hampir menyentuh angka ratusan. Pemeriksaan kesehatan meliputi pemeriksaan tekanan darah, gula darah, dan asam urat. Tidak hanya sampai pemeriksaan, warga juga bisa berkonsultasi mengenai kesehatannya pada relawan yang memiliki latar belakang tenaga kesehatan. Selain itu, Lentera Negeri menyerakan buku ajar dan buku ilmu tajwid di Taman Pendidikan Al-Qur’an (TPA) desa dibantu oleh guru-guru.

Respon anak-anak tidak kalah antusias. Saya ingat, saya dibuat tidak bisa berhenti tertawa dengan keluguan khas anak-anak, dan saya pun dibuat terus kagum dengan semangat belajar mereka, semangat dan sportifitas mereka memenangkan games, semangat saat edukasi kesehatan.




Anak-anak sangat aktif saat kegiatan belajar bersama, games, edukasi perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS), dan kegiatan deteksi cacat dini. Terkhusus deteksi cacat dini (DCD) yang bagi mereka merupakan pemeriksaan kesehatan baru. Anak-anak didampingi para orang tua diimbau, diperiksa, dan diintervensi mengenai pentingnya menjaga postur tubuh agar tidak mengalami kecacatan. Warga memperhatikan informasi DCD dengan baik, mereka berkonsultasi, bertanya ini dan itu.

Antusiasme warga menular ke para relawan dan pratisipan. Kami, para relawan dan partisipan, yang semestinya mengajar dan memberikan pelayanan kepada masyarakat, menyadari suatu hal bahwa dalam membaktikan diri pada masyarakat, sebenarnya diri kitalah yang belajar dan dilayani secara batiniah. Belajar memaknai arti bahagia yang sesungguhnya, sekali pun dari hal kecil dan sederhana. Belajar menjadi manusia berguna. Belajar mewarnai mimpi dan menenun asa.



Kecerdasan, keceriaan, dan keberanian anak-anak desa Bonto Massunggu jelas tergambar oleh bahasa tubuh mereka saat mengikuti kegiatan. Seolah-olah ingin meyakinkan kami bahwa Indonesia memiliki anak-anak yang siap memajukan negeri ini. Bahwa negeri ini adalah negeri berjuta harapan.

Selasa, 10 Januari 2017

A Kiss to Heal

Sejak kecil, sering kali kita mendengar orang mengatakan "sayang dulu dong" kemudian menyodorkan pipinya untuk dicium. Bonus pelukan hangat.
Kejadiannya tidak hanya sesekali, terus berulang hingga kita mengasosiasikan ciuman sebagai ungkapan kasih sayang.

Dan iya, memang betul sentuhan bisa membuat kita merasa disayangi. Sentuhan menstimulasi otak untuk memproduksi hormon oksitosin, hormon yang bisa membuat kita yakin dan merasa percaya diri. Selain oksitosin, hormon endorphine juga bereaksi atas sentuhan. Yang dimana, endorphine adalah hormon yang berperan besar dalam rasa bahagia orang, membantu tubuh dalam menangani rasa sakit, stres dan masalah emosional.

Beberapa hari yang lalu, saya mendapatkan ciuman dari seorang pasien.

FYI, selain menjadi dosen saya double job jadi fisioterapis di klinik tumbuh kembang. Klinik yang pasiennya lucu-lucu dengan berbagai kondisinya. Cerebral palsy, autisme, gangguan sensomotorik integrasi, disleksia, down syndrome...
Mereka memang berkebutuhan khusus, dan mereka anak baik. Mereka bukan positif cacat, mereka positif istimewa.
Itu yang saya percaya.

Kejadiannya disuatu sore saat saya duduk di front office klinik. Sedikit melamun, mengingat beberapa kendala yang hampir belakangan ini. Tapi itu tidak lama. Lamunan saya menguap setelah mendengar suara anak tertawa-tawa sambil ulang kali menyanyi lagu "ABCD alphabet". Tubuhnya gempal, matanya sipit, kulitnya putih, dan pipinya merah. Sekali lihat, kita langsung ingat dengan Russel di film animasi UP!

Biasanya sebelum pulang, anak-anak disuruh salim tangan ke semua orang-orang yang ada di ruangan. Si Russel -sebut saja begitu- menyalim orang-orang. Saat giliran saya, tiba-tiba Russel mengalungkan tangannya di pundak saya, dan menyodorkan wajahnya ke pipi saya. Seperti ingin mencium.
Posisi saya waktu itu sedang duduk di kursi, jadi Russel sedikit jinjit untuk mencium dan memeluk saya. Lalu saya turun dari kursi, menyambut ciumannya dan membalas pelukannya.

...

Tenang. Rasanya damai.

Memang hanya beberapa detik, namun sampai sekarang saya masih terharu, merasa dikasihi dan disayangi.

Anak autis, biasanya menolak jika dipeluk atau dicium, rasa empatinya kurang. Saat mendapati mereka melakukan pelukan, ciuman, atau empati pada orang asing, adalah sebuah kejadian yang jarang terjadi. Seperti sebuah perubahan besar.

Pada detik itu, saya percaya bahwa kami saling menyembuhkan.