Selasa, 10 Januari 2017

A Kiss to Heal

Sejak kecil, sering kali kita mendengar orang mengatakan "sayang dulu dong" kemudian menyodorkan pipinya untuk dicium. Bonus pelukan hangat.
Kejadiannya tidak hanya sesekali, terus berulang hingga kita mengasosiasikan ciuman sebagai ungkapan kasih sayang.

Dan iya, memang betul sentuhan bisa membuat kita merasa disayangi. Sentuhan menstimulasi otak untuk memproduksi hormon oksitosin, hormon yang bisa membuat kita yakin dan merasa percaya diri. Selain oksitosin, hormon endorphine juga bereaksi atas sentuhan. Yang dimana, endorphine adalah hormon yang berperan besar dalam rasa bahagia orang, membantu tubuh dalam menangani rasa sakit, stres dan masalah emosional.

Beberapa hari yang lalu, saya mendapatkan ciuman dari seorang pasien.

FYI, selain menjadi dosen saya double job jadi fisioterapis di klinik tumbuh kembang. Klinik yang pasiennya lucu-lucu dengan berbagai kondisinya. Cerebral palsy, autisme, gangguan sensomotorik integrasi, disleksia, down syndrome...
Mereka memang berkebutuhan khusus, dan mereka anak baik. Mereka bukan positif cacat, mereka positif istimewa.
Itu yang saya percaya.

Kejadiannya disuatu sore saat saya duduk di front office klinik. Sedikit melamun, mengingat beberapa kendala yang hampir belakangan ini. Tapi itu tidak lama. Lamunan saya menguap setelah mendengar suara anak tertawa-tawa sambil ulang kali menyanyi lagu "ABCD alphabet". Tubuhnya gempal, matanya sipit, kulitnya putih, dan pipinya merah. Sekali lihat, kita langsung ingat dengan Russel di film animasi UP!

Biasanya sebelum pulang, anak-anak disuruh salim tangan ke semua orang-orang yang ada di ruangan. Si Russel -sebut saja begitu- menyalim orang-orang. Saat giliran saya, tiba-tiba Russel mengalungkan tangannya di pundak saya, dan menyodorkan wajahnya ke pipi saya. Seperti ingin mencium.
Posisi saya waktu itu sedang duduk di kursi, jadi Russel sedikit jinjit untuk mencium dan memeluk saya. Lalu saya turun dari kursi, menyambut ciumannya dan membalas pelukannya.

...

Tenang. Rasanya damai.

Memang hanya beberapa detik, namun sampai sekarang saya masih terharu, merasa dikasihi dan disayangi.

Anak autis, biasanya menolak jika dipeluk atau dicium, rasa empatinya kurang. Saat mendapati mereka melakukan pelukan, ciuman, atau empati pada orang asing, adalah sebuah kejadian yang jarang terjadi. Seperti sebuah perubahan besar.

Pada detik itu, saya percaya bahwa kami saling menyembuhkan.