Minggu, 12 Mei 2013

Tas Kesayangan dan Segenggam Rindu

Saat ini saya sedang menjahit tas kesayangan saya. Tas yang menemani saya sejak saya masih SMA. Tas yang masih tangguh walaupun mulai mengalami penuaan layaknya seorang manusia. Dan saya benar-benar menyukai tas ini.

Menjahit tas ini membuat saya teringat tentang kenangan sewaktu SMP. Saya juga sangat menyukai tas saya sewaktu itu. Bahkan sekalipun sudah ada robek di bibir jahitan resletingnya. Ah, anggap saja itu adalah senyuman tas yang merekah. Senyuman untukku yang selalu mempercayainya menggendong torehan ilmuku.

Suatu hari, sepulang sekolah saya tidak langsung pulang ke rumah. Saya singgah dulu ke rumah nenek. Saya sangat rindu nenek dan kakek. Tidak usah ditebak, pastinya rindu ini akan disambut dengan cinta yang lebih besar. Entah dalam secangkir teh, pelukan dan ciuman iseng, ataupun sodoran gagang telfon untuk melefon mama, biar tidak khawatir, katanya.

Hey, percayakah kalian tentang cinta yang besar itu bisa didapatkan dari hal yang paling sederhana sekalipun?
Saya percaya. Hari itu, nenek melihat senyuman dari bibir resleting tasku. Ia pun mengeluarkan kotak peralatan hajitnya. Dan beberapa menit kemudian, senyuman tasku sudah tertutup, bergantikan senyuman nenek dan senyumanku.

Saya ingin bertemu nenek. Bukan karena tas yang sekarang saya pakai robek, saya bisa menjahitnya sendiri. Saya rindu nenek. Nenek yang pasti akan menyambut rasa rindu ini dengan cinta yang lebih besar.
Saya rindu nenek. Saya tau itu. Namun saya bukan lagi anak SMP dengan tas yang sama. Dan tentunya, jam pulang sekolah yang sama.

Nek, hari sudah malam. Mungkin nenek sudah tidur.
Tapi, bolehkah saya menelfonmu sekarang?

Tidak ada komentar:

Posting Komentar